HIDUP ALA SUPORTER SEPAK BOLA (Esai)




El classico, sebuah partai raksasa yang mempertemukan Real Madrid versus Barcelona. Bukan di lapangan tenis ataupun bowling. Tapi primadonanya olahraga yang kita kenal dengan nama sepak bola.

Kemarin malam, aku menyaksikan laga favoritku dalam ajang la liga spanyol tersebut. Mempertemukan dua pesepak bola yang digadang-gadang menjadi raja lapangan hijau. Kalau satunya raja, berarti yang lain pastilah ratu. Soal mana yang paling hebat masih menjadi perdebatan dikalangan pecinta bola, apakah Cristiano Ronaldo atau Leonel Messie.
Ada satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia sepak bola. Tidak kalah penting dengan lapangan, pemain maupun wasit. Merekalah supporter sepak bola.
Saat itu, terlihat betapa hebohnya kedua kubu suporter mendukung tim kesayangan walaupun hanya melalui layar LCD. Bahkan kadang-kadang, sahut-sahutanpun beralih dari hanya menyemangati tim, berubah menjadi caci maki yang dilotarkan kepada supporter lawan. Hal tersebut sering terjadi tatkala rival melakukan pelanggaran, blunder, atau ketika tim mereka berhasil memperawani jala milik musuh pebuyutan.
Pikiranku yang awalnya terfokus hanya pada permainan dan terikan supporter di sekelilingku, kini menciptakan ruas baru yang lebih besar dari hanya sekedar tetek-bengek soal sepak bola. Sesuatu yang bisa menjadikan hubungan antara supporter sebagai upaya pembentukan sesuatu yang ideal, kompetisi dalam berkehidupan.
Segera kutulis ide yang keluar secara acak dari kepala. Ku simpan dalam galaxi tab S2 miliku, lalu lanjut menyaksikan pertandingan yang berakhir dengan kekalahan telak tim andalanku Real madrid. 3-0, Lionel Messie kembali mempertegas klaimnya sebagai pawang sakti si kulit bundar. Akhir dari kisah nobar (nonton bareng)  El-Classico ini adalah jabatan tangan, diselingi prosesi saling tukar senyum dan kelakar oleh kedua supporter. Selalu saja sportivitas membawa kerukunan.

Singkat cerita, analisis ini memuat unsur-unsur dalam pola tingkah lagu supporter sepak bola yang harus ditiru oleh umat manusia, dan apa saja yang sama sekali tidak diperkenankan.

 Mari awali dengan betapa fanatik supporter bola terhadap tim yang ia dukung. Ia akan mencari tahu segala sesuatu berkaitan dengan timnya, mulai dari pemain, tahun berdiri, profil juara, bursa transfer bahkan aib-aib yang pernah dialami oleh timnya tersebut. Hal-hal barusan, seharusnya dilakukan oleh makhluk yang menamakan diri manusia ketika akan bersaing dengan manusia lainnya, agar ia memahami sepenuhnya tantangan yang dihadapi dan menjadikanya yang terbaik dalam bidang kehidupan tertentu.
Supporter sepak bola tidak saling memaksakan kemauan untuk memihak tim mereka. Sikap mereka yang fundamentalis terhadap timnya sendiri, tidak akan terpengaruh dengan aktivitas-aktivtas yang dilakukan supporter lawan.

Ketika rival bersuka cita atas kemenangan timnya, mereka akan tenang saja. Belajar dari kesalahan sebelumnya, dan memetik langkah-langkah strategis yang dilakukan lawan untuk kepentingan perbaikan bagi dirinya sendiri. Selanjutnya, bertambah kecintaan mereka terhadap tim andalannya. Dalam konteks persaingan sosial, apa yang diraih oleh orang lain jangan sampai mengalihkan fokus kita terhadap tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Parahnya lagi, kalau energi kita terkuras oleh perasaan iri dan dengki.
Subjektfitas masing-masing suporter tentu tidak bisa dipungkiri. Merasa diri paling hebat adalah hal yang lumrah. Jika dianalogikan sebagai seorang manusia, maka ia adalah manusia yang memiliki kepercayaan diri yang baik dan rasa bangga terhadap apa yang dia perjuangkan. Akan tetapi, sangat sulit ditemukan suporter yang kerap menjatuhkan lawannya, entah berupa cibiran, hujatan dan sebagainya diluar konteks pertandingan. Karena seorang supporter tahu betul untuk mengalahkan lawan, menghancurkan dan membungkamnya harus dengan cara yang sportif. Makannya, bersainglah secara sehat dengan manusia yang lain. Kalahkan dia dengan skill, pengetahuan dan kebijaksanaan lewat medan tempur yang maskulin dan head-to-head. Dalam konteks kehidupan, itu dapat berupa pekerjaan, pendidikan atau urusan asmara.
Kemenangan yang diraih merupakan pencapaian internal dari klub sepak bola tersebut, juga kepuasaan batiniah dari para suporter. Bukan untuk klaim kekuatan dan kesenangan tidak mendasar atas kekalahan orang lain. Karena hidup ini soal mengukir prestasi. Siapa yang paling hebat dalam mengalahkan dirinya kemarin, maka ia yang akan memperoleh kesuksesan dalam hidup.

Jangan jadikan strata orang lain sebagai patokan.Ujung-ujungnya, kita hanya akan puas ketika sudah berada satu tingkat di atasnya, dan akan begitu kecewa jika dia unggul satu hal saja dari diri kita. Padahal kita bisa saja unggul darinya di bidang-bidang yang lain.  Barcelona mengalahkan Real Madrid untuk memenangkan La Liga. Bodoh bagi Barcelona jika bersusah payah, berusaha keras selama ini, hanya untuk melihat Real Madrid kalah. Real madrid boleh kalah di La Liga, tapi mereka membabat habis Barcelona di piala dunia antar-klub.
Para suporter sepak bola tidak melupakan hal mendasar yang membuat mereka bisa duduk berdampingan pada saat pertandingan. Yaitu kecintaan terhadap bola dan bagaimana jenis olahraga ini bisa maju dan memberikan dampak positif bagi dunia. Sama halnya dengan kalian sebagai manusia, terutama manusia belia yang makan-minum di tanah pertiwi. Sebagai generasi penerus bangsa, yang rogan bahkan cenderung kompetitif, silahkan kalian berlomba, bersaing menjadi yang terbaik sesuai dengan cara dan visi kalian masing-masing. Tetapi sadarilah bahwa kalian hanyalah bagian-bagian kecil yang berkembang pesat tetapi terikat untuk saling bahu-membahu demi kemajuan nusa dan bangsa.

Komentar