PENCITRAAN (Cerpen)



Sudah lebih tiga tahun, dan Samsul tidak pernah kembali ke kota Albelo. Merasa tidak perlu, atau takut untuk kembali ke kota di mana ia menjalani perkuliahannya. Sejak wisudanya di tahun 2016, ia segera kembali ke kampung halaman, tanpa pamit dahulu, tanpa acara perpisahan yang mengharukan, atau minimal foto bersama dengan teman-teman kuliahnya, dosen atau siapa saja diangga perlu mengabadikan momen terakhir dengan orang tersebut.

Tidak ada yang menganggap hal ini aneh. Malah berusaha berprasangka baik pada Samsul yang pergi tanpa memberi pesan terakhir kepada lingkungan yang menemaninya selama lima tahun lebih. Orang-orang di kota Albelo, khususnya di kampus tempat Samsul belajar, tahu bahwa ia memiliki teman-teman yang sangat menyayanginya, walaupun hanya sedikit. Semasa kuliah, ia hanya akrab pada segelintir orang saja, selebihnya hanya sebatas kolega. Makannya, ia tidak pernah mengalami perseteruan dengan siapapun, dan hari-harinya dijalani dengan sangat normal, tanpa konflik, pertentangan atau apapun yang membuat dirinya kontrofersial. Segali lagi, semuanya serba biasa.

Tidak ada yang benci dengan Samsul. Kalau tidak suka, tidak pula membencinya. Sosial media miliknya, selama ia kuliah penuh dengan postingan yang memperlihatkan aktifitasnya yang beragam dengan orang yang berbeda pula. Tidak pernah ada status kecewa, marah, menghina maupun menghardik orang lain. Semua tahu, ia selalu baik-baik saja. Sudah tidak punya musuh, punya sahabat pula.

"Samsul, barang-barangmu di kos-an belum semua dibawa pulang loh!" kata ibunya sehari setelah kembali ke kampung halaman.

"Malas ma! nanti suruh aja kakak yang kirim barangnya kemari"

Samsul menjalani hidupnya dengan tenang di kota kelahirannya. Mulai meniti karir walaupun pendapatan masih sangat minim. Sekali-kali jika rindu, ia memulai Video Call dengan teman-teman kampusnya, dan meng-screenshot lalu mengaupload kembali di Instagram dengan caption "I miss them". Demikian pula ketika mereka mengunggah foto bersama, akun Samsul akan ditandai di postingan mereka.

"Kau belum mengambil foto wisudamu Samsul?" tanya ibunya. Berpikir mungkin saja hal itu bisa memotivasi Samsul untuk bertemu kembali dengan teman-temannya di Albelo.

"Iya ma! nanti aku suruh temanku yang ambil lalu dikirim aja lewat pos"

Ibu Samsul merasa ada yang aneh dengan anaknya. Sudah hampir setahun ia meninggalkan bangku kuliah, tetapi tidak pernah sekalipun Samsul menyampaikan keinginannya untuk kembali ke Albelo. Padahal hampir tiap malam, ia melakukan *live instagram bersama teman-teman kuliahnya, mereka bertanya kabar Samsul saat ini, Samsul juga bertanya balik soal mereka dan keadaan kampus juga kota Albelo. Hingga kata "aku rindu kalian" menjadi akhir pembicaraan sebelum Samsul terlelap.

"Samsul tadi temanmu si Adi telfon, Mama diminta membujukmu supaya mau datang ke reuni minggu depan. Ayolah! kau terlihat begitu merindukan teman-temanmu. Status facebook-mu, twitan-mu juga Insta Storymu, isinya selalu sama, kangen mereka, kangen mereka"

"Mama berhentilah men-Stalk akunku, kepo amat sih!"

"Namanya juga emak-emak zaman now. Sudah dua tahun loh Samsul, dan kamu tidak pernah kembali lagi ke Albelo"

"Emang harus ya ma ?"

"Bukannya gitu, tapi kan kamu akrab sekali dengan mereka dan  minggu depan kan kantor kamu libur. Tambah lagi, karir kamu sekarang lumayan loh, dosen dan teman-temanmu pasti bangga"

"Samsul mau istirahat dulu ya, capek. Nanti Samsul pikirkan lagi"

Seperti biasa. Saran ibunya tidak ia indahkan. Reuni kampusnya ia lewatkan begitu saja. Tanpa rasa sedih, kecewa atau menyesal karena telah membuat keputusan yang salah. Padahal komentar-komentar sebaliknya disampaikan Samsul di akun Facebook terhadap foto-foto acara reuni yang diupload temannya.

"Are you okay Son?" tanya ibunya.

"Tentu saja. Apa yang harus aku khawatirkan. Aku seorang sarjana ekonomi, yang baru dua tahun lulus dan sekarang menjadi manajer di perusahaan ternama"

"Iya deh, tapi apakah kau tidak merindukan teman-temanmu?"

"Tentu saja. Aku sangat merindukan mereka"

"Jangan berbohong! Kau melewatkan beberapa kali kesempatan bertemu kembali dengan mereka"

"Itu, sebenarnya, bukan apa-apa"

"Jujurlah Samsul, apa yang terjadi ketika kau kuliah di Albelo, apa yang telah mereka lakukan padamu?"

"hahaha kau terlalu banyak menonton film triller mama, jadi begini, aku bertindak seolah-olah tidak memiliki waktu untuk kembali ke Albelo, sampai  teman-temanku berhenti berharap, dan di saat yang sama ketika aku sudah menjadi orang yang sukses---" Samsul mengambil tablet miliknya, memperlihatkan tiket pesawat yang sudah ia pesan dan sebuah resort tepi pantai yang indah di Thailand, "kami akan merayakan tujuh tahun persahabatan kami di sini, dan aku akan datang diam-diam"

"Oh begitu ya, kau menunda semuanya untuk rencana yang lebih besar. Bagus juga. Ngomong-ngomong, jika dilihat dari tanggalnya, ini minggu depan ya?"

"Benar sekali, dan tolong siapkan keperluanku ya ma!"

"Dasar pemalas kamu. Lalu apa yang kamu siapkan?"

"Topeng, topeng yang banyak!"

Ibunya hanya tertawa sambil menggelangkan kepala. Sudah biasa dengan candaan anak semata wayangnya yang absurd.

* * *

Dua hari sebelum hari keberangkatan, ibu Samsul menerima telfon dari salah satu dosen Samsul di kampus lamanya. Dosen tersebut tahu betul kalau kelima orang yang meninggal akibat jatuhnya pesawat yang menuju ke Tailand merupakan teman dekat Samsul semasa kuliah.

"Tolong disampaikan ya bu! kami harap Samsul bisa balik ke Albelo untuk memberikan penghormatan terakhir ke pada Almarhum"

Setelah setengah jam menunggu di ruang tamu, akhirnya Samsul kembali dari tempat kerjanya. Pakaiannya berantakan, rambutnya ajak-ajakan dan tubuhnya bau Alkohol. Dalam hati, ibu Samsul yakin kalau ia sudah mengetahui berita buruk tentang kematian teman-temannya. Kelihatanya Samsul sangat terpukul. Selama hidup Samsul hanya dua keli mengonsumsi minuman keras, sekarang dan ketika ayah Samsul meninggal enam tahun yang lalu.

"Sabar ya Nak! sabar!" Ibu Samsul mencoba menenangkan sebelum anaknya membanting perabotan seperti yang ia lakukan dahulu.

"Tenang ma, bosku ulang tahun dan mereka mengerjaiku dengan miras"

"Lalu ? apakah kau sudah mendengar kabarnya"

"Yep, dan aku tidak pernah sebahagia ini hahaha"

"Kau mabuk dan stres akibat kehilangat sahabatmu"

"Sudah cukup tuduhannya ma, bantu aku merapikan pakaianku. Aku harus berangkat ke Albelo besok. Sudah lama aku ingin sekali kembali" Samsul tampak biasa. Tersenyum sambil merapikan kameja dan rambutnya, "Beruntung, saat yang paling pas akhirnya datang juga tanpa harus mengotori tanganku"


Luwuk, 25 November 2018

Komentar