SAJAK YANG MENCACI 2016-2017 (Antologi Puisi)

Puisi tidak selalu memuji. Ia jadi corong hati yang resah. Bingung pada dunia yang semakin gila. Orang aneh di mana-mana. Masyarakat kian takabur, elit politik malah kabur. Ingin rasanya diri memaki. Tapi bakal tuhan benci. Jadi mari bersajak, 
SAJAK YANG MENCACI.




Kumpulan puisi kritik seorang Abdy Gunawan yang ditulis tahun 2016 sampai 2017

-------------------

DAFTAR PUISI

1. Saya Wartawan, Yang Jadi Anjing   7. Pengkhianat Perjuangan
2. Buta                              8. Kapitalis Bertoga
3. Doktrin                           9. Generasi Menang Sendiri
4. Kandang                           10.Klaim Surgawi
5. Subjektivitas Tuhan               11. Hagemoni
6. Hoaxer

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

"ANJING MEDIA"

Pegang microphone ini dan jujurlah padaku
kapan lagi anjing berbicara
Saat tikus got beronani di mimbar istana
 Mengencingi dasi dan setelan mahalmu
Lalu menari erotis di ranjang mewahmu

 Aku tahu kau candu, Menyulut roko hasil keringat para pendosa
Yang getar diketuk sidang, tapi sumbringa dalam kurungan
Perkara dunia hitamkan nasihat petuah, Ciutkan nyali pemuda dan hancurkan mimpi balita
Karena layar kaca tak pandang bulu, Tuhan pun jadi bahan hinaan.

Itulah kamu anjing
 yang menggonggong siapapun hingga gigitanmu jadi rabies
Tidak bisa bangkit, bahkan cacat selamanya

Itulah dirimu anjing
 peliharan tikus got
Yang disuap kotoran berbalut pahala
Seharusnya kamu kontrol demokrasi
Lewat coretan dan goresan di surat kabar
Tapi sudah mendarah, darah anjing maksudnya
Yang menggonggong demi sentuhan binal kekasihmu
Si tikus got berdasi.

Manado, 21 oktober 2016

--------------------------------------------------

"BUTA"

Air apa ini ? asin dengan darah yang tak ubahnya deras membasahi pipih
Sudikah kau diam
 Semakin dirimu berceloteh, semakin tersayat batin yang kian meradang
Tak lagi tahu dimana ia temukan obatnya. Tatkala lukapun busuk, teriris tajamnya pisau penolakan
Saya disini, dengan air darah yang keluar dari dua lubang penghinaan
Jantung dan mata yang tak lagi berbola

Tidak lagi kuperlukan lingkaran hitam di tengah mataku yang bulat telur
Toh senyummu bukan lagi miliku
Malahan tubuh sintalmu habis digenjot tatapan pria berduit di mimbar istana
Sudah wajar kucabut, sampai akar yang menimbulkan darah merah, menyala!
Aku dan sudah muak. Sudah kubisikan sakit hatiku pada para pemegang pisau
Mereka tiada bergeming jua, keperkasaan mereka habis dikulum raja

Manado, 12 November 2016

--------------------------------------------------

"DOKTRIN"

Mari palingkan wajah ke arah kemenangan
Di mana warisan kesengsaran dipanggul para pencemburu
Dalam desah nafas mereka yang coba menyair presepsi
Mengubah salah jadi benar, dan benar jadi mutlak

Kata sifat sejatinya jadi gelagat, yang mesti jadi hak tiap nyawa
Bukan seenaknya kau bergerilya
menjejalkan konsepmu ke kepala manusia

Liat sekarang
tiada satupun engkau dapati
Selain lelah dan menular penyakit
Bak para nazi di perang dunia
Yang memanggul bangkai
hanya karena hitler berkumandang

Boleh saja engkau menabu genderang
berpidato ria atas idealisme janggalmu
Toh sekali lagi, seperti tentara nazi
Kamu mati sia-sia
Dan kami bersuka ria
karena musuh bersama mati sudah

Salam persatuan! 
Ganyang pemecah bela!

Luwuk, 3 Januari 2017

--------------------------------------------------

"KANDANG"

"Mahluk jahat keluarkan aku dari sini"
Pikirku dalam kandang yang ku sebut kepala
Berkoar-koar agar dilepas
Hingga aku bisa menjamah sang pencipta.

Sekali teriak, perang ku gagas
Membuat apapun jadi bangsat, siapapun jadi lawan.

Dunia tenang bagiku hanyalah neraka jahanam
Yang nyatanya senyap, tapi kubuat jadi ranjau darat
"Booom!" saat aku meledak, dirimu seorang penjahat
Kubunuh semua dari dalam
Dari balik senyum yang hanya topeng bagiku.

Jadi tolong pacung aku!
pikiran negatifmu.


Manado, 19 Februari 2017

--------------------------------------------------

"SUBJEKTIVITAS TUHAN"

Berkas akan melalui ventilasi
Memberikan ungkapan kasih lewat bayang gagang pintu yang menyepi
Menunggu dalam hening sebuah tangan yang menjabat erat
Memutar engsel hingga papan kayu itu bergerak
Di sana terbaring daku sang pelukis mimpi
Yang terus berlinang dalam kesengsaran abadi
"Siapa gerangan yang kau nanti?" tanya iblis dari balik pintu
"Bukan siapa, lebih tepatnya apa" jawabku lirih
Terhuyung hingga jatuh bersimpuh derita
"Tuhan tidak akan datang" masuk sudah ia, gelap dari yang gelap
Menatap rindu dari genangan tangisan
Yang bertahun bermandi cat dan minyak
Tapi tak jua dijenguk sang pencipta
Burukah karyaku? hinakah kanvasku?
bila Tuhan enggan memuji
Sudihkah Iblis menggauliku?

Manado, 16 Maret 2017

--------------------------------------------------

"HOAXER"

Biarlah guyonan jadi sarapan paginya
Yang onani sambil menatap layar televisi
Meremas batang hitam dengan angka di atasnya
Menganti tampilan, dari religi hingga pornografi.

Berasa hebat lewat nalar kering
Rasionalisasi picisan yang pantang kritik
Cibir sana, cibir sini mengira saja
Tanpa data, hanya asumsi belaka.

Tokohpun tercumu
Golonganpun terucap
apalagi Agama, jadi bahan hujatnya
Pandangan kosong dalam kajian dan cacian
Realita, ia hanya diam dan tertawa
Tanpa gerak dan lebih suka bicara.

Merekalah anak tiri media
Diperkosa, hingga menjadi zigot opini
Buktipun jadi nomor dua
harkat dan martabarpun tiada
Fitnah tak dosa, penting bersajak ria

Jangan lupa
Sesadis apapun statusmu
Hanya topeng bagi jiwamu yang penakut.

Luwuk, 10 Juni 2017

--------------------------------------------------

"PENGKHIANAT PERJUANGAN"

Bawa saja dia kemari
Toh sudah habis suara kita
Megaphone tak lagi berbunyi
Dan spanduk mulai memutih
Apalagi ? ayo kita sudahi
Dengan irisan dipangkal lehernya

Kalian takut ?
maka diam adalah jawaban
Tapi saya siap, pulang dengan kantung jenazah
Biarlah ibu memeluk mayat
Asal habis sudah tikus dalam bejana

Nyawa siap melayang
Demi menancap bambu di jantung penjahat
Saya fana
Bisa mati diujung peluru

Maka koarkan do'a yang lantang
Agar semangat tetap berkobar
Karena bung hanya berkelakar
Sedikit-sedikit pidato
Sedikit-sedikit menulis

Kalau hujan jentikpun basah
Tidak sendiri mengering
Hanya aroma jadi pembeda
Sang penjilat birokrasi
Atau pahlawan sejati

Manado, 14 Juli 2017


--------------------------------------------------

"KAPITALIS BERTOGA"

Malam ini lelapku sirna
Pintu kamarku digedor kuat-kuat
Buat kantuk menjauh
malah pening menyerta
Rupanya tiga kawan yang masih terbungkus kafan

Segenting inikah hingga kalian bercanda dengan Tuhan
Meninggalkan liang dan cacing raksasa
Jauh-jauh dari surga
Cuma cakap tai belaka

Menyoal penjajah yang serakah
Negara dan mereka kini bergandeng mesrah

panik dengan aristrokrat yang korupsi
toh rakyat tentram dengan janji

apalagi ? 
pemodal yang gila harta
sudah dipuja para proletar buta

Jadi simpan saja das kapitalmu di kubur, MARX!
dan revolusi bolshevik milikmu LENIN, cukup jadi dongeng pengantar tidur
Bahkan Medilogmu TAN, tidak lebih dari koleksi di perpustakaan

badut-badut itu kini bersenggama di meja skripsi
tidak lagi berkumis dan berdasi
malah kritis dan jago ngaji

Berkantor di gedung yang katanya institusi
padahal sudah jadi kasino dan lahan judi

Bukan budak kurus atau buruh miskin lagi
tapi pelajar apatis yang gila ilmu dan royalti
yang diiming dengan mutu dan akreditasi
padahal gaji mama sudah menipis
dikuras borjuis pendidikan yang bengis

Kita duduk sama tinggi
berlaku bagi anak priayi
kami yang kurang nutrisi
dipinggirkan dalam kelas sempit

Beasiswapun di politisasi
sanak, keluarga jadi jawara sejati
singkirkan yang hidup prihatin

Tolong Marx, lenin dan Tan
pulanglah dan kutuk dari sorga
Bilang Tuhan untuk menghukum mereka
Para kapitalis bertoga yang busuk.

Manado, 3 September 2017.

--------------------------------------------------

"GENERASI MENANG SENDIRI"

Kalian salah terka
Para generasi yang gila eksistensi
Pikirmu kampus ini arena
yang jadi medan jotos dan taringmu
Umpat sana, umpat sini
Bertanding tak kenal henti
bendera siapa paling seksi
punya kamu yang keagama-agamaan
punya dia yang gandrung seni
Ato saya yang cinta olahraga

persetan dengan pergerakan!
puncak pimpinan lebih utama
asal pegang palu
Kadernypun membludak
Lalu apa? jilati ketiak si perut buncit
Agar mewah sudah fasilitas
senang sudah anggota
besar pula dana dan tawa

persetan dengan perlawanan
asal keluarga saya aman-aman saja
keluarga lain urus sendiri
karena rapat kalian soal kerja
bukan taktik perang
penguasa itu mitra
tetangga lainpun hina
luar biasa kau orba
normalisasi kampusmu yang anjing itu
semakin legit terasa

Manado, 17 September 2017


--------------------------------------------------

"KLAIM SURGAWI"

Aku lelah
disisa umur yang hanya sebentar
meratap surga yang sulit terjamah
karena pria-pria suci menua disana
bermandi hamar dan susu

tiada sejengkalpun tersisa
sudah penuh oleh nabi-nabi milenial
yang dibercumbu mesra di atas perut bidadari aduhai
hadiah dari semesta yang buta
atas prestasi memecah bela

toh ini akhirat mereka
hasil stigma serban dan hafal kitab
dan berkat jumlah penikmat khotbah yang membludak

jangan mengoreksi
ini akhirat mereka
dan tuhan mereka
cukup hardik insan yang beda
kau jadi penghuni nirvana
iya,nirvanamu nerakaku

Manado, 1 desember 2017

--------------------------------------------------

"HAGEMONI"

Sang jendral
meski dikuburan
tak hentinya menggores pena
menciptakan baris-baris puisi bertema komedi
dan lusinan frosa yang penuh tipu dan dusta
bersuara  dari pusara berlapis baja
dibisikan oleh setan
dipuja partai dan tentara

papah dan fakir menangis rindu
rakyat 'ndeso' bernostalgia
mereka sejahtera pada jamannya
keberhasilan hagemoni di kaum jelata

pun mereka yang tahu ulahnya
trauma dengan merah dan marx
entah hantu atau upaya
stigmatisasi berjaya sudah
pada mereka yang benci kapital
dan anti liberal

Freeport bukti nyata
arwah sang jendral masi bersua
menggerus jejak sejarah revolusi
sang proklamator yang terfitnah film berdurasi tiga jam lebih

rekayasa sosial terasa abadi
opini diperkuat referensi
dengan data dan sejuta kamuflase
bukupun jadi senjata pamungkas
dibumbuhi misinterpretasi dasar negara

apalagi yang ingin dicapai
selain rakyat selamanya menyembah
atas tirani yang mengakar hingga ke sanubari
melawan bukan tidak mampu, tapi tidak mau
mengkritik bukan tidak bisa, tapi hilang minat dan arah
karena kebenaran dimonopoli sejak dahulu

Dasar!
sebelum memasuki pintu neraka
perlu kujabat dan kutanya 
mengapa kau secerdas itu?

Manado, 10 Desember 2017

~~~~~~~~~~~~~ SEKIAN ~~~~~~~~~~~

Komentar