BEREBUT TULANG RUSUK (Cerpen)



Akhirnya diapun tiba. Pria yang sedari bangku kanak-kanak menemaniku menantang dunia. Sosok yang sangat sedikit kupuji, malah sering kucacimaki.

Ia jarang memberi selamat ultah, tapi hadirnya perdana saat aku tertimpa susah. Bahkan senyumkupun, baginya adalah luka yang sengaja dibungkam.

Kami selalu bersaing dalam segala hal. Tak pernah memberi apresiasi tatkala berkompetisi. Aku kalah, dia senang bak soekarno habis mengiling penjajah. Dan saat dia kalah, akupun sama bahagianya. Persis ketika si Bento berhasil mengkudeta sang proklamator.

Kedudukan kini imbang. Kami hitung jumlah prestasi dari SD hingga bangku kuliah, baik akademik maupun ekstrakulikuler, hasilnya seri. Tidak ada yang jadi pandawa di antara kurawa.

Ada kesempatan bagiku untuk memenangi dunia. Ini soal siapa yang cepat memperoleh asisten di ranjang. Bertepatan beberapa minggu lalu, ada sepasang mata yang merangsang imajiku untuk berkhayal soal lagu, gaun dan seperti apa kue pernikahanku. 

 Wajah hitam manis dengan bibir mungil yang runcing bawahnya. Merah muda. Orang akan mengira ia sedang menderita anemia. 

Aku tidak tahu namanya. Tuhan rupanya kasihan melihatku yang sudah empat tahun tak kunjung beristri. Ia mengkempeskan ban mobilku di depan rumah dua lantai itu. Esok dan seterusnya, selalu kulihat gadis berambut ikal mengintip dari balik jendela.

Nantinya aku kan tinggal masuk. Berkenalan dengannya dan boom! ia pun jadi istriku. Armando ibrahim, penulis terkenal yang karyanya telah terjual belasan juta copy. Kalau bukan sifatku yang pemabuk dan perokok berat, aku sudah berpoligami saat ini. Tapi itu dulu. Armando sekarang siap meminang wanita manis itu tanpa nikotin dan juga Alkohol.

Ia sangat menawan. Senyum tipis yang dihias dengan dalamnya lensung pipit. Aku sengaja berhenti di depan gerbangnya yang selalu terkunci. Pura-pura terjadi masalah. Sibuk menelepon ketiadaan. Sambil sekali-kali mencuri pandang. Sapa tau mataku yang hitam dan bulat telur ini, dapat menyatu dalam pandangan mesrah dengan mata coklatnya yang sayu. 

Siapa dia? Aku sudah banyak berhubungan dengan wanita. Tapi yang ini, hanya dengan wajah dibalik bingkai jendela biru itu, aku sudah gugup melihatnya. Demi mengalahkan sahabatku Fedro, aku ingin bibir itu. Saking pesimis akan datangnya hawa yang tepat, mata itu harus jadi miliku. Entah kau punya nama atau tidak, aku mau spermaku ada di rahimmu.

“Ada yang ingin kusampaikan kepadamu!” kata Fedro membuyarkan lamunanku.

“Aku juga ingin menyampaikan sesuatu kepadamu”

“Aku lebih dulu. Aku memintamu untuk menjadi pendamping pria dalam pernikahanku. Aku menang! Aku menang Armando!”

“hmm. Kebetulan sekali. Aku juga akan memintamu untuk menjadi pendamping priaku”

“Serius ?” tanya Fedro heran.

“Aku sangat serius” jawabku spontan. Akal sehatku ditindas keinginan tidak mau kalah darinya. Sahabat sekaligus rival abadiku,”Lihat! Kita masih saja imbang"

“Ah sial! Aku bosan terus seperti ini. Harus ada pemenang sebelum masa lajang kita berakhir. Bagaimana kalau kita adu. Siapa dari calon istri kita yang paling cantik”

“Siapa takut!” Aku mantap mengiyakan. Yakin dengan paras bidadari yang kutaksir. Mata seperti gelas kaca, wajah oval, tirus, mirip artis korea sehabis operasi. Aku hanya akan tertawa pelan sambil merayakan kemenangan dalam hatiku, ketika Fedro terpesona  menatap tulang rusukku”

“Ayo sekarang juga! aku duluan”

Perempatan demi perempatan kita lewati. Fedro yang menyetir disebelahku terlihat bengis, tak sabar dengan apa yang ia ingin perlihatkan. Calon istrinya? Wanita biasa manalagi yang ia bodohi lewat statusnya sebagai rektor di salah satu kampus di negeri ini.

Tiba-tiba ban mobil kempes. Ia keluar dari mobil tapi sama sekali tidak terlihat panik malahan Gembira. Sumbringa walaupun perjalanan menuju sang kekasih kemungkinan gagal total.

“Apa tidak apa-apa? kita tunda dulu adu cantiknya” tanyaku khawatir.

“Tidak perlu! memang kalau jodoh tak lari kemana” ia kemudian bangkit dan memberikanku kode agar keluar dari mobil, “Kita sudah sampai sahabatku”.

Aku mengamati rumah yang ia maksud secara saksama. Gerbangnya tepat berada di samping mobil. Rumah ini sangat tidak asing bagiku. Membuatku hati ini serasa di blender hingga jadi atom. Ku tatap Fedro penuh rasa cemburu, “Sobat kali ini kau menang!”

Luwuk, 29 Desember 2017

Komentar