BELAJAR KORUP PADA SEORANG SENIMAN (Cerpen)




“Makannya saya selalu bilang, minta saran ke saya dahulu” kata eyang Setnof dalam sesi diskusi sederhana di sebuah warung kopi kecil beratap langit yang siang itu telanjang tanpa awan.


“Iya maaf. Saya terburu-buru dengan proyek itu paman. Istriku sudah tidak sabar ingin bercinta di atas mobil Mercedez Benz SLK-Class Convertible yang ia lihat dikendarai oleh syahrini”


“Dur Dur, kau selalu saja kalah jika di bujuk dengan selangkangan. Pantas otakmu hanya sebesar biji kemaluan” eyang Setnof membakar rokok yang sedari tadi hanya bersarang di telinganya. Ia hirup perlahan dan membiarkan asapnya diam di dalam mulut selama beberapa detik, sembari memulangkan korek api kepadaku.


“Tolong aku! Seperti biasa, kau bisa menceramahiku dengan solusi kongkrit nan gila untuk lolos dari kasus korupsi. Asrama atlet, proyek pembangunan jalan tol, bahkan gereja sekalipun. Semuanya lenyap tanpa ada yang tahu kalau aku pelakunya. Tapi sekarang, hanya sebuah program pengadaan alat penghancur ombak, dan aku harus mendekam sembilan tahun! Tolonglah guru!” aku bersimpuh hingga bisa dipastikan posisiku sejajar dengan lututnya.


“Logikamu sudah seperti anjing! Kau terlalu mengandalkan rasa dan syahwatmu. Silahkan cari ustad atau seorang psikiater”


Itulah kata terakhirnya yang selalu terniang dikepalaku setelah kita berdua berpisah. Berbicara sendiri aku dibuatnya, sambil memutar stir dan sekali-kali kehilangkan konsentrasi.


Dia pikir dia siapa. Konsultan politik ? motivator sukses? Bukan! ia sama sekali tidak lulus sekolah dasar, lalu yang ia lakukan hanya menulis cerpen dan menyair puisi.

     Kalau bukan karena ketidaksengajaan istriku membaca karyanya dan disana terdapat trick luar biasa yang telah meloloskanku dari sebuah kasus korupsi, aku tidak akan sudi meminta saran pada pria tua itu.

Tidak boleh! batinku tiba-tiba berbalik menegasi pendapatku barusan. Aku perlu dia. Terlebih-lebih saat ini. Ketika entah dari mana dan bagaimana, pimpinan kejaksaan tinggi sekarang jatuh ke tangan Sherlock. Sejak ia diangkat, pisau analisisnya selalu diarahkan kepadaku.

Untuk pertama kalinya, selama aku melakukan kebiasaan mencuri APBD ini, aku terciduk hingga berkas kasusku sudah dilimpahkan ke kejati.


Bagaimana ini? Apakah ini akhir karirku ? Di satu sisi mungkin eyang Setnof meraju gara-gara aku korupsi tanpa memberitahukannya. Selain itu, saat ini ada juru selamat dunia penegakan hukum yang mungkin hasil rengkarnasi dari amandel Tuhan. Ia sangat hebat ketika beradu argumen di pengadilan.


Aku tidak bisa membayangkan hidupku jika harus mendekam di balik jeruji besi. Meninggalkan koleksi mobil-mobil haramku bersama istri montok yang menjadi alasanku mengharamkan yang halal dan menyerahkan keharaman itu untuk mengimplan buah dada dan bibirnya yang ku haramkan dinikmati laki-laki lain ketika aku membusuk di bui.

“Sayang? kamu di mana?” tanya istriku yang otomatis terdengar dari speaker internal mobil Chevrolet Camaro Bumblebee milikku.


“Aku dalam perjalan pulang sayang, emangnya kenapa ?”


“Barusan sih eyang Setnof datang, katanya untuk persidangan besok jangan bersuara, diam, dan suruh pengacaramu untuk ngangguk-ngangguk aja terhadap statement penuntut”


Eureka! tanpa triliunan yang harus kukeluarkan untuk menyuap hakim, atau sujud terlalu lama dalam tahajudku yang tiada lagi berarti, seseorang tanpa pamrih dan miskin kembali untuk membantuku. Walaupun aku agak ragu untuk urusan kali ini, dikarenakan tingkat kemungkinan aku bersua dengan trali besi sudah mencapai 99%.


Esoknya, pengacaraku bingung dengan perintahku. Tetapi manggut-manggut saja setelah gaji kuasa hukumnya kunaikan tiga kali lipat. Alhasil, simsalabim, penuntut umum alih-alih melaporkan hasil penyidikan, ia malah membeberkan kesalahan-kesalahan tim pengumpul fakta yang berada di bawah tanggung jawab kejati. Singkatnya, aku masih diberikan kesempatan oleh iblis, walaupun tidak direstui Tuhan untuk kembali menggerogoti harta milik daerah.


“Kau mau tahu bagaimana caraku melakukannya ?” tanya eyang Setnof setelah menolak sekian puluh juta yang aku coba berikan kepadanya.


“Iya eyang” jawabku mantap.


“Maka kenalkan saudara seperguruanmu. Namanya Sherlock, kepala kejati saat ini”


Kaget aku dibuatnya. Ternyata lawan tebesarku adalah orang yang juga meminta nasihat kepada eyang Setnof. Apa ini? Pikiranku semakin tidak karuan, Saat harus menyadari fakta bahwa seorang gubernur korup dan kepala kejati yang tidak jujur, ia permainkan sedemikian rupa selama ini.


Ajari aku ilmu politik, filsafat, psikologi, sihir atau apapun yang kau punya. Aku ingin jadi yang terhebat. Aku ingin jadi presiden. Tentu presiden yang korup” pintaku memelas.


“Hahaha kau tahu dari dulu bahwa aku hanya seorang seniman, dan selama ini hanya mengajarkan kalian tentang seni”


“Betulkah? Lalu seni apa ini guru?”


“Seni berbohong” jawab eyang Setnof lantang.


Manado, 7 Januari 2017


Komentar